Aula Emas Kekaisaran berkilauan, diterangi ribuan lilin yang memantulkan cahaya pada lantai marmer. Namun, kilauan itu tak mampu menutupi atmosfer berat yang menggantung di udara. Tatapan tajam para pejabat bagaikan belati terhunus, mengamati setiap gerak-gerik. Di balik tirai sutra berwarna merah darah, bisikan pengkhianatan mengalir deras, racun yang siap meracuni takhta. Inilah istana, tempat kekuasaan adalah segalanya, dan cinta hanyalah pion dalam permainan catur yang mematikan.
Di tengah pusaran intrik ini, Kaisar Xuan Yi, sosok yang tampan namun menyimpan kedinginan di balik senyumnya, dan Permaisuri Lian, wanita yang kecantikannya bagaikan bunga teratai namun menyimpan kekuatan yang tak terduga, berdiri. Cinta mereka adalah mitos di antara para abdi dalem, sebuah cerita romansa yang sempurna di permukaan. Namun, di baliknya, tersembunyi perhitungan, ambisi, dan janji-janji yang rapuh bagai kaca.
"Lian," Xuan Yi berbisik, suaranya rendah dan berat. Mereka berdiri di balkon yang menghadap taman istana yang luas. Bulan purnama menggantung di langit, saksi bisu dari semua rahasia yang terpendam. "Kau adalah satu-satunya yang kupercaya."
Lian membalas tatapannya, matanya yang gelap menyimpan lautan misteri. "Kepercayaan adalah pedang bermata dua, Yang Mulia. Ia bisa melindungi, atau melukai."
Setiap pertemuan mereka adalah permainan. Setiap kata yang terucap adalah timbangan yang mengukur untung dan rugi. Cinta mereka adalah tarian di atas jurang, di mana satu langkah salah bisa menjerumuskan mereka berdua ke dalam kegelapan abadi.
Bertahun-tahun berlalu, diisi dengan pertempuran politik, aliansi yang rapuh, dan pengkhianatan yang menyakitkan. Lian selalu berada di sisi Xuan Yi, mendukungnya, menasihatinya, tetapi juga mengendalikan alur permainan dari balik layar. Ia mengumpulkan informasi, membangun jaringan, dan menyusun rencana, menunggu waktu yang tepat.
Dan waktu itu akhirnya tiba.
Dalam sebuah perjamuan istana yang megah, ketika Xuan Yi sedang merayakan kemenangan atas musuh-musuhnya, Lian mengangkat gelas anggurnya. Senyumnya begitu manis, begitu polos, sehingga tak ada yang menduga apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Kepada kesehatan Kaisar," ucapnya, suaranya jernih dan lantang, memecah keheningan aula.
Kemudian, ia meminum anggurnya.
Dan diikuti oleh Xuan Yi.
Racun bekerja dengan cepat. Xuan Yi jatuh berlutut, memegangi dadanya. Matanya bertemu dengan mata Lian. Di sana, ia melihat bukan cinta, tetapi kebencian yang membara.
"Kenapa…?" bisiknya, suaranya tersendat.
Lian berlutut di hadapannya, wajahnya tanpa ekspresi. "Kau telah mengkhianatiku, Xuan Yi. Kau telah membunuh keluargaku. Kau telah merampas semua yang kumiliki."
Senyum tipis terukir di bibirnya. Senyum seorang ratu yang telah menaklukkan singgasananya.
"Aku adalah kelemahanmu, bukan?" bisik Lian, suaranya sedingin es. "Kau salah menilaiku. Kau pikir aku hanya bunga teratai yang lemah. Tapi aku adalah duri yang tersembunyi, siap menikammu sampai mati."
Xuan Yi menghembuskan nafas terakhirnya.
Lian berdiri, anggun dan kuat. Ia menatap para pejabat yang terkejut dan ketakutan.
"Langit yang terdiam setelah ribuan tahun akhirnya mendengar suara balas dendam."
Dan istana pun berlumuran darah.
Permaisuri Lian naik takhta, memerintah dengan tangan besi yang terbungkus sutra. Kekaisaran gemetar di bawah kekuasaannya. Balas dendam telah ditunaikan, tetapi roh-roh masa lalu belum benar-benar beristirahat, bayangan mereka menari-nari di setiap sudut istana.
Apakah ini akhir, ataukah babak baru dari permainan takhta yang lebih mengerikan baru saja dimulai...?
You Might Also Like: 104 Discover Bank Online Savings
Post a Comment